Berita Cerita

Evys Designo Bercerita 



Menggambar di Masa Anak-anak

Saya adalah generasi X kelahiran tahun 1968, masa kanak-kanak saya dapat dibagi menjadi 2 fase, yaitu usia 0-6 (masa sebelum sekolah) dan masa sekolah dasar (6-12 tahun). Sulit mengingat masa sebelum sekolah, apakah saya sudah senang menggambar? namun dipastikan pada saat usia sekolah dasar (tahun 1974-1980) saya sudah melakukan aktivitas corat-coret tersebut. Lingkungan yang mempengaruhi, salah satunya adalah peran seorang paman yang tinggal bersama keluarga, saya pernah melihatnya membuat komik, pada saat itu saya merasa tertarik dan memperhatikan caranya menggambar. 

Kenangan yang lain adalah saat saya memperhatikan paman membantu membuat tugas sekolah saya yang ilustrasinya dibuat sendiri, gambarnya adalah orang yang sedang menebang pohon. Saya kagum akan kemampuan yang dipunyai paman, mungkin dari sana saya mulai tertarik untuk menggambar.

Pengaruh "Belajar Menggambar" Pak Tino Sidin.


Buku Serial Gemar Menggambar Pak Tino Sidin menjadi salah satu referensi berlatih menggambar

Sebuah acara TV di tahun 80-an yang menampilkan pelajaran menggambar menjadi salah satu ketertarikan saya dalam hal corat-coret. Pak Tino Sidin hadir di TVRI, saluran televisi satu-satunya pada waktu itu, mengajarkan bagaimana cara menggambar, dengan bahasa yang memotivasi dan goresan tangannya yang lugas, membuat acara tersebut menarik perhatian saya. Mungkin saya pernah mengirim gambar pula ke acara tersebut, dengan harapan gambar tersebut akan ditampilkan di Televisi, yang menarik adalah Tino Sidin selalu memuji gambar yang diterimanya dengan ucapan "bagus". 

Untuk lebih mengetahui tentang profil dan metode pengajaran Tino Sidin silakan klik tautan berikut https://www.youtube.com/watch?v=Ae4PKeyIeiY



Majalah Anak dan Komik


Majalah Bobo salah satu
bacaan saat Kanak-kanak.
Saya telah akrab dengan majalah anak seperti Bobo, si Kuncung dan Donal Bebek sejak kecil, menarik minat saya terhadap gambar, banyak karakter yang saya ingat seperti Bona, Rongrong, Juwita, Oki, Paman Gembul, Husin dan Asta, Bobo, Coreng, Paman Gober, Donal Bebek, Miki Tikus dan sebagainya. Selain itu saya sering juga membaca komik-komik super hero Indonesia seperti Laba-laba Merah, Godam, Gundala dan lainnya. Bahkan saya banyak mengetahui cerita wayang melalui komik RA Kosasih, seperti Bharata Yudha, Mahabarata, Arjuna Sasrabahu dan sebagainya. Interaksi dengan bacaan yang bergambar membuat saya sering membuat gambar dengan cara meniru dari majalah atau komik yang saya lihat, maka kebiasaan menggambar mulai terbentuk. 

Selain itu interaksi dengan teman dan saudara yang memiliki ketertarikan yang sama dalam menggambar, menjadikan kegiatan menggam-bar menjadi salah satu hobi di masa itu. 

Hobi menggambar ternyata ditulari dari hobi membaca komik, atau pada waktu itu lebih populer dengan nama cergam (cerita bergambar), pada masa itu saya biasa membaca komik di perpustakaan umum, atau menyewa di kios penyewaan komik sekitar rumah.


Menggambar di Masa Remaja

Pada masa SMP (1980-1983), kebiasaan menggambar saya masih merupakan kegiatan pengisi waktu luang, pelajaran kesenian di sekolah terutama menggambar menjadi pelajaran yang saya anggap favorit. Begitu pula beberapa buku menggambar Pak Tino Sidin menjadi salah satu acuan saya dalam belajar menggambar saat itu. 

Namun menggambar hanyalah salah satu hobi diantara hobi-hobi lainnya seperti bermain bola, bersepatu roda, elektronika, membaca dan lainnya. Saat kelas 3 SMP, saya mendapat teman baru bernama Nanang, orangnya menarik dan humoris, dia juga suka menggambar, terutama gambar kartun ala Si Jon yang populer (kelak saya bertemu kembali saat diterima di perguruan tinggi yang sama), saya bersemangat menggambar bersama dia, terlebih saya sering main kerumahnya, disana dia memperlihatkan koleksi majalah Mad, majalah kartun luar negeri, dirumahnya saya suka membacanya. 

Sayapun banyak mengikuti dunia visual melalui bacaan, majalah dan komik barat. Majalah Eppo salah satunya, disana saya mengenal banyak karakter seperti Storm dan sirambut merah, Arad dan Maya, Roel Djikstra dan sebagainya. Komik memang menjadi bacaan favorit saya sejak kecil.

Masa SMA (1983-1986), kegiatan menggambar saya masih berlanjut, terkadang pada waktu istirahat sekolah saya mencorat-coret di buku pelajaran atau menggunakan kapur di papan tulis atau meja belajar, yang kemudian dihapus apabila jam pelajaran dimulai kembali

Sayapun mempelajari beberapa hal baru dalam menggambar seperti teknik pointilisme, yaitu menggambar menggunakan rapido dengan membuat titik-titik menjadi gambar wajah teman dan lain-lain. Menjelang lulus SMA saya belajar untuk persiapan masuk perguruan tinggi, saya menempuh dua jalur yaitu Sipenmaru (Sistem penerimaan mahasiswa baru) diluar bidang seni rupa dan jalur khusus ujian masuk seni rupa dan desain di ITB.

Kuliah Seni Rupa

Pada tahun 1986, saya mengikuti ujian masuk perguruan tinggi jurusan seni rupa dan desain ITB dengan minat pilihan pada jurusan desain, saya diterima dan kelulusannya diumumkan melalui koran Pikiran Rakyat. Sebelumnya saya mengikuti kursus menggambar khusus untuk menempuh ujian di seni rupa, yang diadakan oleh para mahasiswa ITB, saya hanya belajar kurang lebih sebulan. 

Saya termasuk yang beruntung bisa masuk FSRD ITB, karena persaingannya sangat ketat. Banyak para peserta ujian yang menggambarnya lebih bagus dari saya, tidak lulus masuk ITB.

Masa TPB


Menjadi mahasiswa ITB tahun 1986

Tahap Pertama Bersama (TPB) adalah masa kuliah tahun pertama seluruh mahasiswa seni rupa dan desain ITB, yang berjumlah sekitar 80 orang. Mahasiswa dengan pilihan jurusan seni murni dan desain disatukan di tahun pertama dan mengikuti perkuliahan bersama, dengan mata kuliah dasar senirupa dan desain seperti nirmana dua dimensi, nirmana tiga dimensi, menggambar bentuk, menggambar suasana, menggambar teknik dan sebagainya. Kami kuliah di gedung milik jurusan Tambang ITB, terpisah dengan mahasiswa senior FSRD. 

Dibagi kedalam dua kelas, kami selama setahun belajar dan mendapat tugas yang lumayan banyak. Hanya sesekali ada mata kuliah yang dilakukan di FSRD, semisal Nirmana 3D yang membutuhkan ruang studio dan bengkel praktek.

Megambil Jurusan Desain Grafis

Pada tahun kedua perkuliahan, setiap mahasiswa diharuskan memilih jurusan yang menjadi minatnya. Untuk mahasiswa Seni Murni ada empat pilihan yang tersedia yaitu: Seni Lukis, Seni Patung, Seni Keramik dan Seni Grafis. Sementara untuk mahasiswa desain tersedia pula empat pilihan jurusan yakni : Desain Interior, Desain Grafis, Desain Produk dan Desain Tekstil. 

Saya memilih jurusan Desain Grafis dan bersaing dengan kandidat lainnya. Jurusan Desain Grafis adalah jurusan yang paling banyak peminatnya, karenanya tidak semua yang berminat pasti lolos dengan pilihannya. Keputusan didasarkan kepada nilai perkuliahan selama TPB dan pameran karya hasil kuliah selama satu tahun yang dipersiapkan, Saya termasuk yang lolos masuk jurusan Desain Grafis. Saya mulai kuliah di studio Desain Grafis tahun 1987, sistem pendidikan seni rupa dan desain pada waktu itu adalah studio, dimana setiap harinya mahasiswa belajar dan berkarya di ruang studio.

Interaksi dengan para Guru, seniman dan Desainer di ITB.

Lingkungan perkuliahan di seni rupa dan desain ITB adalah lingkungan yang membentuk mahasiswanya menjadi kreatif dan konseptual, mahasiswa diarahkan dan dibebaskan untuk mengeksplorasi tugas berkaryanya. Inspirasi banyak diberikan oleh para Guru/Dosen yang juga para seniman dan desainer. 

Saya pernah berinteraksi dengan para dosen dalam perkuliahan seperti Sanento Yuliman (Kritikus Seni), G. Sidharta (Pematung), Soenaryo (Pelukis/pematung), Primadi (sekarang Profesor dan guru besar), Ummi Dahlan (Pelukis), Tisna Sandjaya (Seniman Grafis), Priyanto (Seniman/desainer grafis), AD Pirous (Pelukis), Ahmad Sadali (Pelukis Kaligrafi), Rita Widagdo (Pematung) dan banyak lagi tokoh-tokoh prestatif di bidang seni dan desain pada waktu itu.

Bergaul dengan calon seniman dan desainer


Kegiatan Informal seperti menginap semalam 
di gunung Papandayan, menjalin kebersamaan diluar kuliah.
Para mahasiswa seni rupa dan desain ITB setiap harinya berinteraksi, baik secara formal maupun informal. Perkenalan dengan kakak kelas dan adik kelaspun terjalin. Lewat cara formal, seperti kuliah bersama dalam satu kelas atau satu studio, atau lewat cara informal seperti ikut dalam kegiatan diskusi, berorganisasi dan berkreasi bersama di kampus atau di luar kampus. Aktifitas perkuliahan sangat padat, bahkan terkadang untuk mengerjakan tugas kuliah, para mahasiswa termasuk saya begadang baik di studio kampus maupun di kamar rumah masing-masing, yang sudah berubah layaknya studio.

Gaya pergaulan yang khas seniman seperti ekspresif baik dalam pernyataan maupun penampilan, ikut membentuk karakter mahasiswa lainnya, saya termasuk yang cukup berubah drastis dalam penampilan, salah satunya dengan memanjangkan rambut dan mengubah cara berpakaian.

Atmosfir Kreatifitas

Kreatifitas di kampus banyak didorong oleh ruang kebebasan yang diberikan para dosen dan teman mahasiswa. Para dosen banyak memberikan sudut pandang yang menarik, yang tidak biasa dan mendorong untuk bermain (berani mencoba). sementara teman mahasiswa adalah pendukung sekaligus kompetitor dalam berkarya, keinginan untuk menghasilkan karya yang lebih baik dari mahasiswa yang lain seperti sudah menjadi motivasi pribadi setiap mahasiswa namun tanpa perseteruan/konflik. 

Selain itu sarana penunjang adalah buku-buku yang tersedia di perpustakaan seni rupa dan desain ITB atau di jurusan masing-masing, mendorong pengetahuan mahasiswa menjadi lebih baik lagi. Kunjungan wisata budaya, seperti melihat pameran lukisan, mengunjungi galeri dan museum, ditambah berbagai workshop yang diadakan dengan mengundang dosen luar biasa, baik dari dalam maupun luar negeri memberi atmosfir kreatif yang semakin menarik.

Manual dan Komputer

Umumnya pada waktu itu (1986-1990) peralatan kerja menggambar masih bersifat manual, mahasiswa bekerja dengan berbagai alat dan media gambar seperti : pensil, marker, cat air, cat poster, tinta cina/india, spidol, crayon, conte, charcoal dan sebagainya. sementara peralatan pendukungnya seperti penggaris aneka bentuk, air brush, meja gambar merupakan bagian tak terpisahkan, beragam media gambar dicoba, baik kertas buram hingga kertas khusus, bahkan kain dan film seluloid, menjadi media ekspresinya. keterampilan menggambar diasah dengan beragam teknik yang dipelajari, semuanya ditimba secara arahan dosen dan asisten dosen ataupun eksplorasi pribadi mahasiswanya, terkadang teknik-teknik baru dihasilkan dalam proses eksplorasi tersebut.

Sekitar tahun tesebut, komputer diperkenalkan kepada para mahasiswa, namun jangan membayangkan seperti komputer grafis sekarang ini yang sudah keren dan canggih. Komputer pada saat itu adalah komputer untuk pemograman, jadi para mahasiswa belajar komputer seperti layaknya orang teknik informatika, dan memang pada saat itu baru jurusan TI yang memiliki laboratorium komputer. Namun seiring waktu beberapa program grafis mulai hadir seperti coreldraw, corelventura, pagemaker, photopaint ataupun photoshop. Namun para mahasiswa umumnya mempelajarinya secara otodidak dan tidak diajarkan di kampus.

Desain Grafis dan Mata Kuliahnya

Desain grafis (sekarang dikenal dengan nama Desain Komunikasi Visual), adalah jurusan yang saya pilih, karena saya merasa lebih menguasai dan menyukai bentuk dua dimensi dibanding bentuk tiga dimensi. kesukaan terhadap menggambar sejak kecil dilanjutkan dengan memilih jurusan desain grafis. Perkuliahan S1 (Sarjana) di seni rupa dan desain ITB dibagi kedalam 9 semester, 2 semester untuk TPB dan sisanya untuk penjurusan. 

Semester satu terdiri atas : 1) Pengantar Studi Seni Rupa 2) Menggambar 1 3) Nirmana 1 4) Pengenalan Komputer 5) Kewiraan 6) Bahasa Indonesia. Pada semester dua, mata kuliah yang diikuti adalah : 7) Pengantar Studi Seni Rupa 2 8) Menggambar II 9) Nirmana II 10) Metoda Belajar 11) Bahasa Inggris 12) Konsep Teknologi.

Pada Tahap Penjurusan Desain Grafis semester tiga dipelajari: 13) Agama 14) Sejarah Kebudayaan 15) Dasar Fotografi 16) Desain Grafis I 17) Proses Produksi Grafika I 18) Metoda Penelitian 19) Kaligrafi. Pada semester empat dipelajari : 20) Etika 21) Pancasila 22) Sejarah Kebudayaan Asia 23) Huruf dan Tipografi 24) Desain Grafis II 25) Fotografi Studio 26) Proses Produksi Grafika II. 

Pada Semester lima dipelajari : 27) Sejarah Seni Rupa Barat 28) Tinjauan Desain I 28) Desain Grafis III 29) Psikologi Sosial 30) Ilustrasi I 31) Fotografi Desain 32) Pilihan (Seni Grafis). 

Pada semester enam dipelajari: 33) Sejarah Seni Rupa Islam 34) Psikologi Persepsi 35) Tinjauan Desain II 36) Desain Grafis IV 37) Fotografi Proyek 38) Ilustrasi II 39) Pilihan.

Pada Semester tujuh dipelajari : 40) Kapita Selekta Filsafat Seni 41) Seminar 42) Proses Komunikasi 43) Desain Grafis V 44) Animasi 45) Audio Visual I 46) Manajemen Pemasaran (pilihan). Pada semester delapan dipelajari : 47) KKN/Sosiologi 48) Manajemen 49) Filsafat Seni 50) Desain Grafis VI 51) Audio Visual II 52) Kerja Profesi

Pada Semester Akhir (sembilan) dipelajari : 53) Tugas Akhir 54) Pilihan (Sejarah Tekstil) 55) Pilihan (Metodologi Desain) 56) Pilihan (Proses Kreasi).

Teori dan Praktek Desain Grafis

Pada dasarnya disetiap perkuliahan, mahasiswa diberi tugas untuk mengasah kemampuannya (keterampilan dan wawasan). Untuk mengasah rasa dan keterampilan tangan maka mata kuliah Nirmana, menggambar, ilustrasi, desain, fotografi merupakan praktek-praktek yang terus dilatih dari semester ke semester. 

Sementara untuk penguatan konsep (teori dan wawasan) mata kuliah seperti sejarah, metoda penelitian, filsafat seni, proses komunikasi, manajemen dan sebagainya menjadi penyeimbang dan menambah nilai pada praktek dan keterampilan mahasiswa.
 

Penerapan Desain Grafis dalam Realitas Keseharian.

Umumnya, semua tugas desain grafis yang diberikan masih merupakan desain tahap awal, yaitu sampai terbentuknya mock-up design atau desain pra produksi, yang belum diterapkan dalam proses produksi yang sebenarnya, karena kendala fasilitas dan mahalnya proses biaya produksi. 

Untuk membangun pemahaman yang utuh tentang desain dan produksi, saya terkadang melakukan aktifitas kerja sampingan di luar kampus. Pernah terlibat dalam menyablon spanduk, membuat cover majalah, membuat kartu ucapan, mendesain dan mencetak kartu nama, dan sebagainya. 

Untuk mengaplikasikan teori dan keahlian desain yang dimiliki. Saya pada tahun 1989 ikut bergabung dalam pembuatan majalah yang dikelola oleh salah satu unit di YPM Salman ITB, di majalah tersebut saya berperan sebagai desainer grafis. 

Pada saat itu mendesain majalah masih bersifat manual, dan unit tersebut belum memiliki komputer grafis karena harganya yang mahal, saya membuat rancangan desain dengan cara menempel hasil typesetting pada lembaran kertas, ilustrasi dibuat terpisah dan digabungkan pada proses praproduksi, yaitu bagian film, kode warna ditambahkan dengan menggunakan perintah, pada lembar kalkir pelindung desain, seperti apabila ingin warna merah muda maka ditulis M50 yang artinya menggunakan tinta warna Magenta dengan raster 50%. Untuk sampul majalah pun dibuat sama, hanya saja ilustrasi yang berwarna dikerjakan dengan membuat langsung menggunakan teknik airbrush menggunakan cat poster, sebuah teknik yang keren saat itu, karena mampu membuat warna gradasi yang halus.

Fotografi pada waktu itu juga masih manual (tahun 1980 - 1990 an), masih menggunakan film yang hasilnya bisa dilihat apabila sudah dicetak (afdruct) melalui proses kimiawi di kamar gelap, umumnya fotografer mencetaknya pada perusahaan-perusahaan pencetak foto.

Kerja Profesi

Saya melakukan kerja profesi yang merupakan bentuk perkuliahan di luar kampus, waktu itu saya melakukan kerja profesi di TVRI pusat di Jakarta, harapan saya dengan kerja praktek disana dapat membuat film-film pendek (spot) yang biasanya menjadi filler antar tayangan. Namun ternyata SDM TVRI tidak melakukan hal tersebut disebabkan kemampuan dan sarana peralatannya tidak memadai, Mereka memberitahu bahwa pekerjaan seperti animasi komputer grafis dikerjakan oleh pihak luar. 

Akhirnya saya hanya membuat spot-spot manual, seperti nama acara, judul acara dan sebagainya yang disebut sebagai Telop, dan dikerjakan secara manual, yaitu menempelkan teks dari huruf gosok (sejenis rugos) atau mecanorma yang pada saat itu biasa digunakan oleh para desainer. Ilustrasi dibuat dengan menggunakan pena atau cat poster. Kartu-kartu Telop tersebut sudah dibuat standar yaitu ukuran A6, yang kemudian akan diubah menjadi video dengan cara disorot menggunakan kamera video. Maka hasil desain dapat dilihat di televisi dan digunakan untuk aktifitas acara program televisi pada waktu itu. Sebagai mahasiswa yang melakukan kerja praktek (magang tanpa honor), maka tugas-tugas yang dibuat di tempat praktek harus dilaporkan dalam makalah yang harus diserahkan setelah kerja praktek selesai (pada waktu itu sekitar 1-2 bulan kerja praktek).

Karena kerja profesi tidak sesuai harapan, saya jadi enggan membuat laporan sehingga terancam tidak lulus mata kuliah kerja profesi. Untuk itu saya melakukan kerja profesi di tempat lain yaitu disebuah majalah di Bandung, yang kebetulan saya kenal setelah saya aktif di majalah tempat saya berorganisasi. 

Saya kemudian diperbantukan di majalah tersebut dan mendapat honor untuk setiap pekerjaan yang saya kerjakan, karena kemampuan saya dalam gambar airbrush cukup bagus, maka saya dipercaya mengerjakan desain cover majalah. 

Kerja profesi di majalah itulah yang saya buat laporannya, dan mendapatkan nilai yang memuaskan. Saya mendapat real portofolio, yaitu desain yang sudah diterapkan dalam produk yang sebenarnya, diproduksi masal dan sampai kepada konsumen.


Mencari Uang saat Kuliah


Ada keinginan untuk mendapatkan penghasilan pada saat kuliah, dengan kemampuan dalam mendesain yang dimiliki akan terasa lebih lengkap bila desain saya dihargai, maka setelah mendapat sedikit demi sedikit pengalaman, mulailah saya mencoba mendapatkan uang dengan cara bekerja sampingan atau membantu teman yang membutuhkan jasa desain. 

Saya setiap bulan hampir rutin membuat ilustrasi baik untuk cover maupun iklan layanan masyarakat pada majalah yang menjadi tempat kerja praktek, dari sana hubungan pertemanan berlanjut membantu pekerjaan lainnya, seperti saat membantu membuat desain surat-kabar Bandung Pos, yang saat itu (1990) diakuisisi oleh Grup Pikiran Rakyat, saya bersama rekan majalah, terlibat dalam membuat desain awal dan pelaksanaan penerapannya. 

Hampir setiap malam saya bekerja membantu desain dan mengawasi penerapan desain, mulai masuk kerja pukul 18.00 wib dan pulang sekitar pukul 02.00 pagi, begitu setiap hari dilakukan. Bekerja di koran harian memang seperti itu, disaat yang lainnya tertidur lelap, orang media terutama bagian desain dan produksi justru sedang sibuk-sibuknya bekerja.

Namun pekerjaan ini tidak berlangsung lama, karena kondisi saya yang masih kuliah, saya harus kuliah di pagi-sore hari dilanjutkan bekerja dari malam hingga pagi, membuat kondisi tubuh kurang istirahat. Setelah pengawasan penerapan desain selesai, saya tidak melanjutkan pekerjaan tersebut.

Peluang lain mendapatkan uang, adalah dengan mengikuti lomba-lomba desain yang ada pada waktu itu, saya pernah mendapatkan hadiah sebagai juara harapan lomba logo KTT Non-blok pada tahun 1990 an, dan mendapatkan uang sebesar Rp. 500.000,- uang yang cukup besar kala itu, karena upah minimum regional Jakarta saja hanya sekitar Rp. 200.000,-. 

Selain itu pernah juga mendapatkan hadiah harapan untuk desain cover buku telepon dari Telkom Jakarta, sebesar rupiah yang sama, dan yang menyenangkan adalah meskipun hanya menjadi juara harapan, tetapi justru desain saya lah yang dipakai sebagai cover buku telepon (Yellow pages) Jakarta. Selain itu ada juga lomba poster dari majalah Tempo, saya hanya mendapat hadiah buku dan undangan hadir ke sebuah acara di Jakarta, dan karya saya ikut dipamerkan di berbagai kota.

Pada dasarnya meskipun saya masih mahasiswa, dengan pengalaman dan portofolio karya desain yang dimiliki saya lebih percaya diri dalam menghadapi dunia kerja.

Terlambat Lulus Kuliah

Bila kuliah berjalan mulus, pada dasarnya sembilan semester kuliah dapat diselesaikan dalam waktu empat setengah tahun. Ada beberapa teman yang lulus dalam waktu itu, namun hal tersebut tidak terjadi pada diri saya. 

Keinginan untuk mencoba bekerja sampingan dan berorganisasi di majalah, membuat beberapa mata kuliah tidak berhasil saya selesaikan pada waktunya, saya terlambat dua semester, dikarenakan ada mata kuliah yang tidak lulus, hal tersebut disebabkan waktu kuliah bentrok dengan kegiatan saya diluar. 

Keterlambatan membuat saya agak stress, terlebih mata kuliah yang tidak lulus adalah mata kuliah pilihan. saya harus mengulang di tahun selanjutnya. Pada akhirnya saya baru lulus tahun 1992, atau saya baru menyelesaikan kuliah selama enam tahun. 

Pada waktu itu tidak ada batasan mahasiswa harus lulus dalam waktu tertentu, ada beberapa mahasiswa yang bahkan sampai sepuluh tahun baru lulus, bahkan dijuluki mahasiswa abadi.

Bekerja di Perusahaan Desain

Saya bersidang di bulan Juli tahun 1992, dan baru diwisuda bulan Oktober 1992, karenanya setelah dinyatakan lulus, saya sebelum diwisuda mulai mengajukan lamaran kerja ke berbagai perusahaan di Jakarta, ada sekitar 10 perusahaan yang saya kirimkan lamaran, saya lakukan dengan langsung mendatanginya. Saya tidak melamar berdasar iklan lowongan kerja, saya hanya memasukkan lamaran ke perusahaan-perusahaan yang saya ingin lamar, ada perusahaan periklanan ada juga perusahaan media cetak. Tidak ada satupun perusahaan yang menjawab lamaran saya. 

Kemudian saya melamar pada perusahaan dari lowongan kerja yang diiklankan di media massa di Jakarta, dan mendapat panggilan wawancara. Singkatnya saya diterima bekerja di sebuah perusahaan desain yang lebih banyak mengerjakan desain grafis untuk kemasan.

Pekerjaaan yang saya tangani adalah merancang logo, visual kemasan hingga alat promosi seperti brosur. Beberapa pekerjaan berhasil diwujudkan, namun banyak juga desain yang ditolak. Beberapa pekerjaan yang diterima seperti logo, brosur dan kemasan diantaranya adalah Extra Joss, Good Time Rainbow, dan lainnya. Namun karena kinerja saya dianggap tidak memuaskan, sayapun tidak berlanjut di perusahaan tersebut, hanya sekitar enam bulan saya bekerja di perusahaan tersebut.

Saya kemudian melamar bekerja di perusahan desain lainnya, dan diterima  baik dengan penghasilan yang lebih besar, bisa dikatakan upah saya pada waktu itu sekitar tiga kali lipat UMR DKI. 

Di perusahaan ini saya mengerjakan pekerjaan yang hampir sama, hanya saja perusahaan ini lebih banyak mendapatkan order desain cover kaset yang pada waktu itu sedang booming, ada banyak perusahaan jasa rekaman yang menggunakan jasa perusahaan seperti, Blackboard, Aquarius, Saturn Record dan sebagainya.

Saya berhasil mendapat portofolio logo Saturn Record, dan beberapa cover kaser. Namun ada juga pekerjaan lainnya seperti iklan untuk majalah untuk klien Putri Duyung Cottage Ancol, Kalendar untuk Asuransi Tugu dan sebagainya. 

Lingkungan kerja cukup baik, saya diperlakukan dengan sangat baik oleh pemilik perusahaan yang juga pimpinan perusahaan, mungkin karena saya dianggap cukup membantu kemajuan perusahaan lewat desain-desain yang diwujudkan. Namun pada tahun 1994 saya mengundurkan diri, setelah saya mendapat panggilan dari perusahaan media yang dulu pernah saya lamar, ternyata lamaran saya baru direspons setelah lebih dari satu tahun saya di dunia kerja.



Bekerja di Media Cetak

Perusahaan yang memanggil saya termasuk kedalam Grup Tempo, yaitu Swa Sembada, sebuah majalah bisnis (Majalah SWA). Saya sebenarnya melamar pada majalah Tempo, saya tertarik dengan majalah tersebut sejak masih kuliah. 

Saya pernah berinteraksi dengan tim artistik majalah Tempo saat mengelola majalah dulu, kemudian pula salah satu dosen saya, yaitu Priyanto adalah kartunis majalah Tempo yang saya kagumi. Begitu pula nama besar Tempo sebagai media yang terkenal waktu itu, membuat saya berkeinginan bekerja disana.

Namun karena rasa penasaran dan masih merupakan bagian dari Grup Tempo, maka saya memenuhi panggilan tersebut dan melakukan wawancara. Gaji yang saya terima lebih rendah dari tempat kerja saya sebelumnya, dan masa percobaan berlangsung selama satu tahun, padahal umumnya masa percobaan di perusahaan selama tiga bulan. Namun karena keinginan yang kuat untuk bekerja di media, saya tidak mempermasalahkannya.

Berkantor di Jalan Utama kota Jakarta (MH Thamrin), dan menempati gedung Kadin, ada kebanggaan saya bekerja di sana. Di majalah ini pulalah saya mulai bekerja dengan komputer grafis. Sebelumnya di dua perusahaan terdahulu saya bekerja secara manual dengan peralatan gambar. Tentu saja saya harus belajar terlebih dahulu menguasai program komputer yang dipakai seperti Photoshop, Pagemaker dan Freehand. Komputer yang digunakan adalah Apple dengan sistem operasi yang agak berbeda dengan PC berbasis Windows.

Majalah SWA terbit sebulan sekali, sehingga waktu kerja agak santai, saya bekerja sebagai tim artistik yang bertanggung jawab membuat desain cover majalah, layout majalah, hingga ilustrasi. 

Bagian artistik masih menjadi kesatuan dalam bagian redaksi, atau dikenal sebagai redaksi artistik, namun juga bertanggung jawab hingga produksi majalah. Waktu kerja redaksi artistik efektif sejak siang sampai malam hari, meskipun sebenarnya jam kerja kantor dimulai dari pagi hingga sore hari, namun iklim kerja media lebih longgar, sehingga yang penting adalah jumlah waktu kerja dan ketepatan menepati deadline pekerjaan yang menjadi acuan.

Beberapa Cover, Ilustrasi dan rutinitas layout majalah dihasilkan dari bulan ke bulan, hingga menjelang setahun saya bekerja di majalah, timbul kebosanan dikarenakan pekerjaan yang itu-itu saja, dengan kata lain saya merasa kurang mendapat tantangan dan kreatifitas. Disaat saya akan melewati masa percobaan, yang berarti saya akan mendapat fasilitas dan gaji tambahan, saya mengajukan pengunduran diri. Sebelumnya saya melamar terlebih dahulu ke sebuah perusahaan desain yang membutuhkan seorang desainer, dan sayapun mendapat lowongan tersebut dengan gaji yang lebih tinggi, dua kali lipat dibanding bekerja di media.

Bekerja di Perusahaan Desain kembali

Bekerja di perusahaan desain pada dasarnya lebih melelahkan dibanding perusahaan media, hal ini dikarenakan desainer harus melewati proses persetujuan desain dari dalam perusahaan dan klien. Ditambah deadline pekerjaan yang lebih padat dan lebih banyak dibanding media yang sudah teratur waktu deadlinenya. 

Sampai pada suatu saat, saya mengalami sakit yang agak berat, sehingga akhirnya mengajukan pengunduran diri dari perusahaan tersebut, disisi yang lain saya sudah mulai jenuh bekerja di Jakarta, dan ada keinginan bekerja di Bandung. Hanya tiga bulan saya bekerja di perusahaan tersebut, dan saya memulihkan kesehatan saya di Bandung beberapa bulan.

Bekerja di Perusahaan Periklanan

Setelah pulih dari sakit, saya berpikir untuk berwirausaha, namun pengalaman selama tiga tahun bekerja di Jakarta tidak memadai untuk saya memulai usaha, jadi saya melamar ke sebuah perusahaan periklanan di Bandung yang sedang membuka lowongan. Dengan portofolio dan pengalaman kerja yang dimiliki, saya akhirnya diterima sebagai Art Director di perusahaan tersebut. 

Perusahaannya termasuk kategori perusahaan kecil dengan jumlah karyawan belasan orang. Namun dari perusahaan kecil inilah saya banyak belajar tentang kewirausahaan, salah satu yang menjadi cambuknya adalah, para pimpinan perusahaan lebih muda dari saya namun memiliki keberanian dan rasa percaya diri yang lebih baik, sehingga perusahaannya cukup berkembang.

Karena perusahaan kecil, maka banyak permasalahan perusahaan bisa diketahui dan dipelajari, terkadang multi tasking pun terjadi, saya pernah berperan sebagai AE (Marketing), membantu membuat rencana bisnis perusahaan dan sebagainya. sehingga setelah dua tahun bekerja di perusaan tersebut, saya kemudian membuat usaha sendiri.

Mendirikan Usaha Sendiri

Keinginan berwirausaha sebenarnya sudah muncul sejak saya pertama kali bekerja di Jakarta, hal tersebut didasarkan keinginan mandiri dan membantu orang lain. Namun karena dirasakan banyak kekurangan dalam berbagai aspek, saya memfokuskan untuk bekerja dahulu di beberapa perusahaan. 

Setelah lima tahun bekerja di berbagai perusahaan, saya merasa sudah waktunya untuk merintis membuat usaha, mulai dari kecil-kecilan. Saya mengumpulkan dahulu peralatan kerja seperti komputer, jauh-jauh hari sebelum saya mengundurkan diri, kemudian saya mengerjakan satu hingga tiga karyawan pada awalnya, dengan bisnis yang memanfaatkan komputer tersebut, sementara saya tetap bekerja di perusahaan lain.

Mulai dari menyewakan komputer, menerima jasa pengetikan hingga typesetting dilakukan di awal-awal perintisan usaha sejak tahun 1995, yang kemudian dikembangkan menjadi perusahaan desain. di tahun 1997 hingga tahun 2000, saya merintis usaha tanpa legalitas perusahaan. 

Pada tahun 2000 saya mulai membuat PT yang bergerak dibidang desain dan periklanan, sedikit demi sedikit perusahaan mulai tumbuh dan menangani beberapa klien, jumlah karyawan pun berkembang menjadi belasan orang. 

Pada tahun 2000 pula saya diminta Abdullah Gymnastiar, -seorang da'i dan pengusaha yang saya kenal sejak mahasiswa- untuk membantunya membangun media komunitas tabloid MQ, sayapun mendapat kepercayaan sebagai pimpinan perusahaan dan bertanggung jawab untuk mengembangkan bisnisnya, meskipun berat tapi setahap demi setahap MQ Media berkembang dan mendapatkan investor pada tahun 2002 untuk pengembangan usahanya. 

Pada tahun 2000 an tersebut saya bertanggung jawab pada dua perusahaan yang saya pimpin, Tugas saya di MQ Media selesai tahun 2002, sayapun kembali fokus menekuni perusahaan sendiri.

Jatuh Bangun Wirausaha

Pada tahun 2003, target yang ditetapkan perusahaan tidak tercapai, sementara biaya operasional sudah mulai membesar, sehingga perusahaan mengalami kerugian, oleh karenanya pada tahun tersebut saya membuka peluang masuknya investor di perusahaan. 

Meskipun rugi pada dasarnya potensi perusahaan cukup besar, sehingga sebuah perusahaan di Jakarta tertarik untuk menanamkan modalnya. Namun pada tahun 2005, perusahaan tersebut lebih tertarik untuk membuka sendiri bisnisnya di Bandung, sayapun kembali memegang perusahaan sendiri setelah membagi beban yang timbul dalam dua tahun kerjasama. 

Dapat dikatakan saya kembali ke titik nol, dan harus membangun perusahaan kembali secara bertahap, hanya ada satu karyawan yang membantu saya, orientasi usaha pun lebih kepada upaya bertahan hidup. 

Beberapa pekerjaan didapatkan, namun tidak cukup besar untuk mengembangkan usaha, terlebih beberapa klien telah diambil oleh mitra bisnis sebelumnya, sehingga ada  traumatis yang menghambat saya untuk mengembangkan perusahaan. 

Pada tahun 2005 saya merangkap kerja sebagai dosen luar biasa di sebuah PTN, dan juga di PTS pada tahun 2008, ditambah menjadi trainer desain bekerja sama dengan provider pelatihan di Bandung dan Jakarta. Sehingga saya masih bisa melanjutkan kegiatan usaha, namun masih dirasa sulit untuk mengembangkan perusahaan dikarenakan pertimbangan banyak faktor.

Kuliah Kembali

Saya memutuskan untuk kuliah kembali mengambil tingkat magister (S2), di FSRD ITB pada tahun 2009, ada motivasi kuat untuk merubah paradigma saya, terutama untuk meningkatkan kemampuan konseptual yang berguna setelah saya lulus kuliah. 

Kuliah S2 membuat kerangka berpikir saya menjadi lebih terstruktur, berbeda dengan konsep bisnis sebelumnya yang berbasis peluang dan praktis (oportunis), maka kuliah lebih memetakan saya untuk lebih berpikir strategis memadukan teoritis dan praktek (Praksis).

Pada tahun 2011 saya lulus S2 dengan predikat Cum Laude, sebuah kebanggaan baru, mengingat saat kuliah S1 saya yang biasa-biasa saja dan terlambat 1,5 tahun dari waktu seharusnya.


Menjadi Konsultan



Berteman sekaligus sebagai Konsultan.

Pada tahun 2010 saya memutus-kan menghentikan operasional perusahaan, dan di tahun 2011 saya memutuskan diri menjadi konsultan perseorangan, yaitu konsultan brand dan desain. 

Jaringan bisnis kembali dibangun, mulai dari lingkaran terdekat seperti teman dan relasi yang dimiliki

Bekal pengalaman selama hampir 20 tahun di bidang desain, media dan periklanan, membuat saya mampu memberikan jasa konsultasi yang memadai. Tentu saja dengan format konsultan perorangan, saya tidak perlu membutuhkan banyak infrastruktur dan tanggungan. 

Saya terkadang dibantu beberapa jaringan apabila saya perlukan, semisal peran desainer, produksi, dan sebagainya. Saya memiliki waktu yang lebih fleksibel, karena saya membangun kontrak konsultan dalam format jumlah jam konsultasi. Saya tinggal menyesuaikan dengan waktu yang saya miliki dan waktu yang tepat untuk klien.

Multi Karier

Berpameran Bersama di Pacific Place Jakarta Tahun 2012

Sebenarnya sejak tahun 2005 saya telah melakukan kegiatan multi karier, disatu sisi sebagai wirausahawan dan disisi lain-nya sebagai dosen dan trainer. 

Namun pada tahun 2015 saya lebih menetapkan diri bermulti karier dan menambah satu kegiatan lainnya yaitu sebagai seniman gambar (visual artist). 

Hal ini bermula ketika saya ikut berkecimpung dengan rekan-rekan kuliah S1 dahulu, setelah reuni 25 tahun angkatan 86. Saya jadi bertemu kembali dengan beberapa teman kuliah yang telah menjelma menjadi para profesional, seperti seniman, desainer, dosen dan pengusaha. 

Pertemuan tersebut ternyata mampu membangun simpul kerjasama, dimulai dari pameran bersama, hingga saling membantu keahlian yang dimiliki serta kerjasama bisnis. Interaksi dengan rekan pengusaha yang membuat produk seni dan kerajinan baik skala nasional dan internasional, memunculkan keinginan saya untuk juga membuat sebuah produk yang bisa saya tekuni pula, maka lewat interaksi tersebut, saya mulai memutuskan untuk membuat gambar seroe, sebuah karya gambar yang memperlihatkan keramaian dan kegembiraan dalam sebuah momen kebersamaan. Ide ini diluncurkan pada Pasar Seni ITB tahun 2014, dan kemudian ditekuni hingga sekarang.

Maka apabila ada yang bertanya tentang profesi, saya lebih senang menjelaskannya sebagai multi karier yakni sebagai konsultan brand, desainer, dosen, trainer dan seniman gambar. (ED-JAN-2017).

Terimakasih telah membaca tulisan saya, semoga bermanfaat.






Postingan Populer

Gambar